Senin, 16 Mei 2011

Orasi Ilmiah


AKADEMI KEUANGAN DAN PERBANKAN EFFATA KUPANG

REVITALISASI MINDSET PENCARI KERJA (JOB SEEKER)
MENJADI SEORANG PENCIPTA KERJA (ENTERPRENEUR)


Oleh

Ricky Ekaputra Foeh., S.Pd., M.M
Dosen/Konsultan/Peneliti




ORASI ILMIAH
DALAM RAPAT SENAT TERBUKA LUAR BIASA
AKADEMI KEUANGAN DAN PERBANKAN EFFATA KUPANG
2009
“Jika Anda tidak berusaha melakukan sesuatu melampaui apa yang sudah Anda kuasai, Anda tidak akan berkembang”.
Ronald E. Osborn


Yang terhormat:
- Gubernur Provinsi Nusa Tenggara Timur (pejabat yang mewakili);
- Ketua Yayasan EFFATA Pusat Kupang;
- Direktur Akademi Keuangan dan Perbankan Effata Kupang;
- Ketua Kopertis VIII (pejabat yang mewakili);
- Para Pimpinan Dinas dan Jawatan Pemerintah Propinsi, Kabupaten dan Kota;
- Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh pemuda, dan tokoh perempuan;
- Para Pejabat Sipil, TNI dan POLRI;
- Yang berbahagia para wisudawan, orang tua dan anggota keluarga lainnya;
Hadirin yang saya muliakan.
Puji syukur patut kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas rahmat dan karuniaNya, sehingga kita dapat menghadiri Sidang Terbuka Luar Biasa Senat Akademi Keuangan dan Perbankan Effata Kupang dengan acara Dies Natalis ke XIV dan Wisuda Diploma III Angkatan ke IX serta Penganugerahan Ijazah tahun akademik 2009/2010.

Hadirin yang saya muliakan,
Menghargai dan menghormati keberhasilan merupakan tradisi dunia akademis agar setiap lulusan memiliki kesan mendalam bahwa kinerja tertinggi yang dicapai akan dihargai sepatutnya.
Hari ini kita menyaksikan bersama sejumlah putra dan putri terbaik dari tanah ini merampungkan suatu perjuangan panjang dalam menempuh pendidikan di perguruan tinggi milik kita sendiri, Akademi Keuangan dan Perbankan Effata Kupang.
Peristiwa bahagia dan bermartabat ini tidak saja menjadi milik para wisudawan yang telah mencapai keberhasilan setelah menempuh perjalanan dalam studinya melainkan lebih daripada itu, peristiwa ini juga kita maknai sebagai kebahagiaan seluruh masyarakat Nusa Tenggara Timur, karena telah bertambahnya sejumlah aset kaum terpelajar dalam masyarakat kita.
Hari ini bertepatan dengan wisuda ahli madya angkatan ke IX ijinkan saya menyampaikan beberapa pandangan saya dalam orasi ilmiah yang diberi label “Revitalisasi Mindset Pencari Kerja (Job Seeker) menjadi Seorang Pencipta Kerja (Enterpreneur).

Makna Kewirausahaan
Fakta dan data yang ada menunjukan bahwa lulusan sarjana dan ahli saat ini lebih banyak menciptakan pengangguran dibandingkan menciptakan lapangan kerja. Akibat belum pulihnya iklim investasi, terbatas peluang kerja, dan meningkatnya angkatan kerja baru dari pendidikan diploma dan sarjana sebesar 1,5 juta jiwa hingga 2 juta jiwa per tahunnya. Dapat dibayangkan jumlah pengangguran terbuka saat ini bahkan meningkat menjadi 10,8 juta jiwa. Begitu banyaknya pengangguran membuat berbagai pihak berupaya untuk mencarikan solusi mengatasi masalah yang ada.
Pilihan berwirausaha adalah satu satunya jalan yang dipandang baik untuk menyelesaikan masalah pengangguran. Berwirausaha merupakan salah satu pilihan hidup yang bermartabat dari sekian banyak pilihan yang ada. Pertanyaan krusialnya adalah sudah siapkah saudara yang hari ini diwisuda menjadi seorang entrepreneur…? atau saudara memilih mencari pekerjaan yang harus penuh dengan ketekunan dan kesabaran menanti terbukanya lapangan kerja yang diharapkan. Ones again… life must go on! Sekali lagi saya katakan hidup mesti berlanjut!.
Menjadi seorang Sarjana dan Ahli tentunya telah membuka pintu bagi terciptanya peluang-peluang baru dan memanfaatkan modal yang telah diraih untuk menaklukkan hambatan-hambatan yang dihadapi dalam menuju kesuksesan hidup. Dengan kecakapan yang telah digenggam tentunya mendorong sarjana dan ahli meraih apa yang diinginkan, kiranya memiliki lebih banyak kesempatan untuk berkiprah dalam dunia usaha, meniti karir dalam usaha dan sehingga masa depan yang ditatap tidak sekedar angan angan namun adalah sebuah kenyataan yang dapat diraih. Ada hal yang patut diingat bahwa kesuksesan itu diukur bukan berdasarkan atas posisi yang diraih saat ini, tetapi dengan hambatan yang telah dilewati saat mencoba untuk lebih berhasil lagi.
Sebaris judul orasi ilmiah diatas mengajak semua pihak untuk mulai berpikir untuk berwirausaha sebagai jawaban atas kesulitan mencari kerja yang tengah digeluti saat ini. Berwirausaha adalah sebuah fenomena dahsyat yang tengah dan akan selamanya menjadi perhatian utama masyarakat.
Keputusan seseorang untuk terjun dan memilih profesi sebagai seorang wirausaha didorong oleh beberapa kondisi. Kondisi-kondisi yang mendorong tersebut adalah : (1) orang tersebut lahir dan atau dibesarkan dalam keluarga yang memiliki tradisi yang kuat di bidang usaha (Confidence Modalities), (2) orang tersebut berada dalam kondisi yang menekan, sehingga tidak ada pilihan lain bagi dirinya selain menjadi wirausaha (Tension Modalities), dan (3) seseorang yang memang mempersiapkan diri untuk menjadi enterpreneur (Emotion Modalities).
Berwirausaha artinya menciptakan dan membangun suatu visi dari sesuatu yang tidak ada menjadi ada dan bermakna bagi manusia melalui tindakan kreatif. Entrepreneur cenderung menggunakan energinya untuk melakukan dan membangun suatu kegiatan. Seorang Entrepreneur yang know-how artinya tahu bagaimana menemukan sesuatu, merangkai, dan mengendalikan sumber-sumber (yang kadang-kadang dimiliki oleh orang lain) untuk mewujudkan tujuannya.
Penelitian yang dilakukan oleh McClelland (1961) di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 50% pengusaha yang menjadi sample penelitiannya (diambil secara acak) berasal dari keluarga pengusaha. Penelitian yang dilakukan oleh Sulasmi (1989) terhadap 22 orang pengusaha wanita di Bandung juga menunjukkan bahwa sekitar 55% pengusaha tersebut memiliki keluarga pengusaha (orang tua, suami, atau saudara pengusaha). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Mu’minah (2001) atas 8 orang pengusaha paling sukses di Pangandaran menunjukkan bahwa semua pengusaha tersebut memulai usahanya karena keterpaksaan, tersudut ataupun karena ketimpangan ekonomi yang dideritanya.
Sementara itu Pada kategori yang ketiga (Emotion Modalities), dalam pandangan Muhandri (2002), merupakan pengusaha yang umumnya memiliki tingkat pendidikan yang tinggi. Orang yang masuk dalam kategori ini memang mempersiapkan diri untuk menjadi seorang wirausaha, dengan banyak mempelajari keilmuwan (akademik) yang berkaitan dengan dunia usaha. Dalam kategori ini terdapat pengusaha yang langsung memulai usahanya (merasa cukup dengan dasar-dasar keilmuwan yang dimiliki) dan ada yang bekerja terlebih dahulu untuk memahami dunia usaha secara riil.
Sebagaimana yang dikutip dari hasil penelitian Ernest & Young sebuah perusahaan konsultan internasional dalam penelitiannya pada tahun 1998 tentang visi entrepreneuralism terhadap 500 pengusaha terkemuka di Amerika diperoleh temuan yang menarik yaitu bahwa:
• Entrepreneuralism akan menjadi “defining trend of the business” pada abad 21.
• Akan semakin banyak orang yang memasuki kegiatan kewirausahaan.
• Entrepreneuralism akan meningkat di seantero penjuru dunia, termasuk di negara-negara yang tidak masuk sebagai negara industri seperti di Afrika dan Timur Tengah.
• Peluang kewirausahaan yang menjanjikan pada abad ini adalah sektor teknologi / internet, kedokteran, food service / hospitality, layanan informasi / manajemen informasi.
• Lingkungan ekonomi entrepreneurial ditandai oleh “penekanan yang lebih besar pada “personal fulfillment”, “inovasi yang meningkat”, dan “creative work arrangement”.
10 mitos yang membelenggu pikiran para pemula yang akan memasuki dunia kewirausahaan
Keengganan lulusan perguruan tinggi memilih menjadi entrepreneur salah satunya karena terjebak dalam mitos. Beberapa lulusan perguruan tinggi hanya dibekali dengan kemampuan kognisi, tetapi tidak dibangkitkan daya afeksinya sehingga tidak terbangun orientasi sikap yang menjurus ke opportunity oriented. Lulusan pendidikan tinggi lebih banyak ingin bekerja pada perusahaan organisasi pemerintahan ketimbang membangun usaha sendiri atau berwirausaha. Inilah tantangan ke depan yang harus dihadapi. Para lulusan perguruan tinggi sampai saat ini masih gamang memasuki dunia kewirausahaan karena adanya mitos yang seolah tidak terbantahkan.
Sedikitnya ada 10 mitos yang membelenggu pikiran para pemula yang akan memasuki dunia kewirausahaan.
Mitos 1: Entrepreneur adalah pelaku, bukan pemikir Dalam batas-batas tertentu entrepreneur memiliki kecenderungan berorientasi kepada tindakan, tetapi sebenarnya mereka juga pemikir. Mereka adalah orang yang berfikir sistematis yang merencanakan langkahnya dengan hati-hati. Entrepreneur pemikir dengan entrepreneur pelaksana adalah sama-sama melaksanakan kegiatan entrepreneurship. Seorang entrepreneur tentunya sepanjang hidupnya akan terus berpikir tentang bagaimana tindakan yang harus diambil untuk mengembangkan usahanya
Mitos 2: Entrepreneur itu dilahirkan, bukan diciptakan Muncul anggapan bahwa tabiat dan sifat entrepreneur tidak dapat diajarkan atau dipelajari, mereka memiliki bakat pembawaan lahir. Bakat tersebut diantaranya adalah mencakup ke-agresif-an, inisiatif, dorongan, kemauan untuk mengambil risiko, kemampuan analitik, dan kemampuan human relation. Sekarang diakui bahwa entrepreneurship adalah suatu disiplin ilmu yang dapat membantu untuk mematahkan mitos. Seperti halnya ilmu-ilmu lain entrepreneurship mempunyai model, proses, dan studi kasus yang memungkinkan untuk mengkaji suatu topik dan menguraikan karakteristik obyek yang dikajinya.
Mitos 3: Entrepreneur selalu merupakan penemu (Inventors) Pemikiran yang menganggap entrepreneur adalah penemu merupakan akibat dari kurang dipahaminya visi tersembunyi dari seorang entrepreneur. Memang dalam keadaan tertentu penemu juga sekaligus menjadi entrepreneur. Di sini ada sejumlah entrepreneur yang melakukan berbagai jenis kegiatan inovatif tetapi bukan penemu. Contoh Ray Kroc, tidak menemukan franchise fast-food, tapi ide inovatifnya menjadikan McDonald merupakan perusahaan fast-food terbesar di dunia. Pemahaman terbaru tentang entrepreneurship cakupannya bukan sekedar pada invention. Tapi mencakup pemahaman yang lengkap dari perilaku inovatif apapun bentuknya sehingga usahanya dapat mengurita diseluruh dunia.
Mitos 4: Entrepreneur adalah orang yang canggung baik di dunia akademis atau di masyarakat. Ada kepercayaan bahwa entrepreneur secara akademis dan sosial merupakan orang yang gagal. Mereka berhasil menjalankan usahanya karena drop out dari sekolah atau dipecat dari tempat kerja. Ini kemudian digunakan untuk memahami profil entrepreneur tipikal. Secara historis sebenarnya pendidikan dan organisasi sosial tidak mengakui entrepreneur. Entrepreneur disingkirkan dari dunia perusahaan raksasa karena dianggap orang yang canggung. Dalam pendidikan bisnis, untuk contoh tujuan utamanya adalah memahami aktivitas perusahaan bukan pada siapa yang berada di balik perusahaan. Sekarang entrepreneur dipandang sebagai hero – baik secara sosial, ekonomi, dan akademik. Dia bukan lagi si canggung, entrepreneur sekarang dipandang sebagai profesional.
Mitos 5: Entrepreneur harus sesuai dengan profil Banyak buku dan artikel menyajikan cheklist ciri-ciri entrepreneur sukses. Daftar tersebut baik yang divalidasi atau tidak didasarkan pada studi kasus dan temuan riset atas orang-orang yang berorientasi pada pencapaian. Sekarang sangat susah untuk melakukan kompilasi hingga terwujud standar profil entrepreneurial.
Mitos 6: Untuk menjadi entrepreneur anda perlu memiliki uang Memang benar bahwa semua usaha membutuhkan modal untuk bisa berjalan; juga benar bahwa banyak bisnis jatuh karena tidak didukung keuangan yang memadai. Sekarang uang bukan satu-satunya benteng untuk menghadapi kegagalan bisnis. Kegagalan bisnis yang berkaitan dengan tidak adanya dukungan finansial yang memadai sering menjadi indikator adanya problem lain dalam usaha tersebut seperti: ketidakmampuan manajemen, lemahnya pemahaman terhadap persoalan keuangan; investasi yang buruk; perencanaan yang jelek dan sejenisnya. Banyak entrepreneur sukses berhasil mengatasi persoalan kekurangan uang dalam menjalankan usahanya, uang adalah sumber daya atau sarana yang digunakan untuk menjalankan usaha tapi tidak pernah menjadi tujuan akhir dari usaha itu sendiri. Bahkan ada enterpreneur yang sanggup memulai usaha dengan kemungkinan berhasil 98%
Mitos 7: Anda perlu nasib baik untuk menjadi entrepreneur Berada pada “tempat yang benar dan waktu yang tepat” selalu menjadi suatu keunggulan. Tapi yang lebih tepat adalah “keberuntungan muncul ketika kemampuan dan persiapan bertemu dengan kesempatan”. Entrepreneur adalah orang melakukan serangkaian persiapan agar berhasil menggapai kesempatan. Ketika kesempatan itu muncul dan dapat diraih sering dianggap sebagai suatu keberuntungan. Mereka sebenarnya adalah orang-orang yang selalu melakukan persiapan untuk menghadapi berbagai situasi dan mengubahnya menjadi sukses. Apa yang nampak sebagai suatu keberuntungan sebenarnya adalah buah dari melakukan perencanaan, menetapkan tujuan dan keinginan, mengakumulasi pengetahuan, dan melakukan inovasi. Intinya seorang entrepreneur adalah yang terus menerus waspada dan belajar untuk merespon lingkungan agar sesuai dengan keinginannya sendiri vis a vis keinginan masyarakat.
Mitos 8: Entrepreneur mengabaikan kesenangan Mitos mengatakan perencanaan dan evaluasi yang rumit cenderung menimbulkan masalah yang permanen, analisis yang berlebihan menyebabkan paralysis, tapi dalam pasar yang kompetitif seperti sekarang ini dibutuhkan perencanaan dan persiapan yang cermat. Mengidentifikasikan kekuatan dan kelemahan suatu usaha, menetapkan dengan jelas suatu jadwal untuk menghadapi perubahan membantu menangani masalah, dan meminimalisasikan masalah dapat dilakukan melalui perumusan strategi yang hati-hati – itu semua merupakan faktor kunci keberhasilan entrepreneurship. Dengan demikian perencanaan yang cermat – bukan mengabaikan perencanaan – adalah ciri dari entrepreneur yang sempurna. Motto utama yang harus diingat oleh seorang enterpreneur sejati adalah Hope for the Best, Plan for the Worst
Mitos 9: Entrepreneur mencari sukses tapi pengalaman menunjukkan tingginya tingkat kegagalan. Adalah benar bahwa banyak entrepreneur menghadapi sejumlah kegagalan sebelum mereka berhasil. Mereka mengikuti kata bijak “Jika pertama anda belum berhasil, coba, coba lagi”. Sebenarnya kegagalan dapat memberikan banyak pelajaran, siapa yang mau belajar dari kegagalan sering mendapatkan sukses. Ini nampak jelas terlihat dalam prinsip koridor, yang menyatakan bahwa setiap langkah memiliki risiko, tapi sekaligus memunculkan peluang yang tidak diduga sebelumnya. Perusahaan 3M menemukan “Pos-it” kertas kecil yang dilapisi lem dengan tidak sengaja karena memanfaatkan lem yang tidak memenuhi kualifikasi produk. Dari pada dibuang sayang lebih baik dibuat post-it, akhirnya produk ini menghasilkan jutaan dolar dan dikenal di seluruh dunia. Sekarang catatan statistik tentang kegagalan entrepreneur itu menyesatkan. Suatu riset yang dilakukan oleh Bruce A. Kirchoff, melaporkan bahwa dari pelacakan 814.000 usaha yang mulai start pada 1977 menemukan bahwa 50% tetap hidup dan dikelola oleh pemilik awal atau pemilik baru. 28% ditutup secara suka rela, dan hanya 18% yang benar-benar gagal.
Mitos 10: Entrepreneur adalah Pengambil resiko yang ekstrim Dalam masyarakat berkembang pandangan bahwa entrepreneur adalah orang yang suka berjudi dengan kemungkinan yang belum jelas, faktanya entrepreneur umumnya selalu memperhitungkan risiko. Semua entrepreneur yang berhasil adalah adalah mereka yang bekerja keras melalui persiapan dan perencanaan ketat untuk meminimalisasikan risiko untuk dapat mengendalikan lebih baik agar visinya tercapai.

Bagaimana Mendobrak mitos...?
Calon entrepreneur harus mempersiapkan diri melalui pendidikan dengan baik. Pendidikan merupakan fondasi yang sangat penting bagi entrepreneur, karena melalui pendidikan dapat lebih Berperan penting dalam membantu entrepreneur menghadapi masalah yang harus diselesaikannya. Sejarah memang telah mencatat ada sejumlah entrepreneur berasal dari siswa drop out seperti William Durant, Henry Ford, Andrew Carnegie, Thomas Alva Edison dan William Lear. Secara formal pendidikan mereka tidak begitu bagus, tetapi mereka melakukan proses pembelajaran sendiri, mereka menyerap explicit knowledge melalui learning by doing sehingga mereka berhasil menyusun skema berpikir untuk dijadikan panduan menghadapi persoalan.
Saya yang berorasi di sini akan menggunakan pandangan Joseph A. Schumpeter, ekonom asal Austria yang kemudian menetap di Amerika (1883 – 1950) tentang entrepreneur yang berpadangan bahwa perilaku dan sifat entrepreneur yang khas adalah kemampuannya, kecerdasannya dan keberaniannya yang ditopang oleh ketetapan hatinya dan keteguhan jiwanya untuk melancarkan usaha yang serba baru dengan melihat pada kemungkinan-kemungkinan potensial di masa depan dan berhasil menjelmakan menjadi kenyataan efektif.
Satu hal dari pandangan Schumpeter yang menggugah adalah penilaiannya tentang entrepreneur yang sama sekali berbeda dengan pengusaha (businessman). Entrepreneur memiliki “sikap jeli” terhadap kemungkinan potensial yang terbayang dalam perkembangan masa depan, kemudian mampu merintis dan mengatur inovasi, menempuh pola baru dalam penggunaan sumber dana dan daya produksi dalam suatu kombinasi optimal yang baru pula (neue Kombination).

Penutup
Teladan yang dapat kita petik hari ini adalah kewirausahaan dipandang sebagai fungsi yang mencakup eksploitasi peluang-peluang yang muncul di pasar. Eksploitasi tersebut sebagian besar berhubungan dengan pengarahan dan atau kombinasi input yang produktif. Seorang enterpreneur selalu diharuskan menghadapi resiko atau peluang yang muncul, serta sering dikaitkan dengan tindakan yang kreatif dan innovatif. Selain itu, seorang enterpreneur menjalankan peranan manajerial dalam kegiatannya, tetapi manajemen rutin pada operasi yang sedang berjalan tidak digolongkan sebagai kewirausahaan. Seorang individu mungkin menunjukkan fungsi kewirausahaan ketika membentuk sebuah organisasi, tetapi selanjutnya menjalankan fungsi manajerial tanpa menjalankan fungsi kewirausahaannya
Untuk ke depan sudah saatnya dipikirkan oleh kalangan dunia usaha untuk lebih meningkatkan kerjasama dengan masyarakat perguruan tinggi dalam kerangka untuk meningkatkan daya saing dan menyebarkan tradisi entrepreneurship di kalangan pendidikan tinggi.
Penciptaan wirausaha baru yang tangguh dapat dilakukan pada tataran penciptaan iklim yang mampu menanamkan budaya wirausaha, dan pada tataran operasional dengan (salah satunya) pola Inkubasi Bisnis. Penciptaan wirausaha tangguh dari wirausaha yang sudah ada harus didahului dengan diagnosis untuk mengetahui permasalahan sebenarnya yang dihadapi oleh wirausaha tersebut
Hal yang lebih penting diingat adalah saudara saudara wisudawan yang hari ini diwisuda hendaknya saudara senantiasa belajar dan menyimak secara baik akan setiap fenomena yang ada agar saudara tidak tertawan oleh muslihat dunia.
Akhirnya, teriring salam dan doa yang tulus dan ikhlas, perkenankan saya menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada mereka yang telah berbuat banyak dan memberikan makna hidup bagi saya dan saudara sekalian. Sekian dan terima kasih.





DAFTAR BACAAN

Ernest & Young sebuah perusahaan konsultan internasional dalam penelitiannya pada tahun 1998 tentang visi entrepreneuralism terhadap 500 pengusaha terkemuka di Amerika
http://westaction.org/definitions/def_entrepreneurship_1.html yang diakses pada tanggal 13 Januari 2006
Haeruman, H. 2000. Peningkatan Daya Saing Industri Kecil untuk Mendukung Program PEL. Makalah Seminar Peningkatan Daya Saing, Graha Sucofindo. Jakarta.
Hubeis, M. 1997. Manajemen Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Orasi Ilmiah. Institut Pertanian Bogor.
Lubis, S.B.Hari. 1986. Manajemen Usaha Kecil. Diktat Kuliah : Program Magister Teknik dan Manajemen Industri. Institut Teknologi Bandung.
Muhandri, T. 2002. Kewirausahaan, Pengenalan Manajemen Usaha Kecil. Belum diterbitkan.
Pardede, F.R. 2000. Analisis Kebijakan Pengembangan Industri Kecil di Indonesia. Tesis Magister Program Studi Teknik dan Manajemen Industri. Institut Teknologi Bandung.
Sulasmi. 1989. Karakteristik 22 Pengusaha Wanita di Bandung. Tesis Magister Program Studi Teknik dan Manajemen Industri. Institut Teknologi Bandung.
Tjahja Muhandri, 2002, Strategi Penciptaan Wirausaha (Pengusaha) Kecil Menengah yang Tangguh, Makalah Falsafah Sains (pps 702), Program Pasca Sarjana / s3, Institut Pertanian Bogor





Daftar Riwayat Hidup

Nama : Ricky Ekaputra Foeh, SPd., MM
Alamat : Jalan Salak II/3 Oepura
Kupang – NTT - 85117
Telp/HP: 0852 5307 1111
Email :rickyfoeh@gmail.com

RIWAYAT PENDIDIKAN
2002 SP.d, Pendidikan Bahasa Inggris dengan Predikat Sangat Memuaskan, Universitas Nusa Cendana-English Department, Kupang – NTT - Indonesia.
2005 Magister Manajemen (MM) Konsentrasi Manajemen SDM dengan predikat Magna Cum Laude, Program Pascasarjana Magister Manajemen, Universitas Katolik Widya Mandira Kupang – NTT – Indonesia.

PEKERJAAN
1. Dosen Tetap Jurusan Administrasi Niaga, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Nusa Cendana Kupang
2. Dosen Jurusan Keuangan dan Perbankan Sekolah Tinggi Keuangan dan Perbankan Effata Kupang, NTT (D3 dan S1).
3. Konsultan Manajemen PT. Radio Suara Kupang 96 FM
4. Konsultan ahli Lembaga Manajemen Zigma Institut
5. Peneliti Masalah Manajemen dan Penulis Tetap pada berbagai situs/blog Internet

Tidak ada komentar:

Posting Komentar